Adat Indonesia

Blog tentang adat istiadat di Indonesia

Jumat, 20 Maret 2015

Dhingkel


Dhingkel adalah alat dapur yang digunakan untuk membakar kayu untuk mamasak. Dhingkel ini biasanya terbuat dari batu bata merah yang disusun berbentuk U dan memiliki satu lubang atas. Selain batu bata, bisa juga dhingkel terbuat dari susunan batu atau benda lain yang dianggap keras, kuat, dan tahan lama sebagai dasar untuk memasak. Fungsi dhingkel sama dengan kompor atau kompor gas.

Dhingkel termasuk alat dapur yang hingga kini masih dipakai oleh warga masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Sebagian masyarakat kota masih menggunakan alat dhingkel sebagai ganti kompor, khususnya untuk memasak dalam skala besar, seperti saat punya hajatan dan sejenisnya. Digunakan dhingkel bisa karena dianggap lebih irit atau kebetulan masih memiliki stok kayu. Memang alat dapur dhingkel khusus untuk memasak dengan bahan dasar kayu dan sejenisnya.

Dhingkel bisa disebut dhingkel terbuka dan dhingkel berlubang. Dikatakan dhingkel terbuka apabila bagian depan, tempat memasukkan kayu, tidak diberi batu bata merah. Namun jika diberi batu bata merah di bagian atas, disebut dhingkel berlubang. Pada dhingkel terbuka, kayu bisa leluasa dimasukkan ke lubang dhingkel. Hanya saja, kadang kwali atau panci bisa goyang, karena keseimbangan kurang. Pada dhingkel berlubang, tempat memasukkan kayu terbatas, sehingga kayu tidak mudah leluasa masuk. Hanya saja, pada dhingkel berlubang posisi kwali atau panci lebih kuat karena ditahan oleh empat sisi.

Munculnya alat memasak seperti dhingkel ini, didasari di daerah pedesaan masih banyak kayu bakar dan sejenisnya yang digunakan untuk memasak. Kayu-kayu itu bisa dicari sendiri tanpa harus membeli. Kayu-kayu itu biasa dipakai untuk memasak kebutuhan sehari-hari. Tetapi kadang-kadang kayu juga harus dibeli, tetapi harganya masih jauh lebih murah jika harus menggunakan minyak tanah atau gas. Selain itu dhingkel muncul waktu lampau, karena saat itu belum umum menggunakan kompor, kompor gas, atau bahkan kompor listrik.

Ketika memasuki zaman global, ternyata sebagian masyarakat Jawa, mayoritas tinggal di pedesaan hingga saat ini masih mengandalkan dhingkel. Selain praktis juga karena pertimbangan ekonomis, dan bisa dibuat sendiri dengan mudah.

Sumber: Tembi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar