Kota Pangkalpinang merupakan ibukota dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang terletak di wilayah bagian timur Pulau Bangka dan dibelah oleh sebuah sungai bernama Sungai Rangkui. Walau Kota Pangkal Pinang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan dan industri di Bangka Belitung namun kota ini juga memiliki berbagai jenis obyek wisata yang menarik untuk anda kunjungi.
Sejarah Kota Pangkal Pinang tidak tidak terlepas dari sejarah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dahulu Kepulauan Bangka Belitung pernah menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Belanda, Inggris dan Jepang.
Pada masa penjajahan Inggris, Kepulauan Bangka Belitung menyandang gelar Duke of Island. Setelah adanya konvensi London pada tanggal 13 Agustus 1824, kekuasaan Inggris beralih ke Belanda namun hal ini memicu perlawanan dari Depati Barin dan putranya yang bernama Depati Amir. Perlawanan tersebut dikenal dengan nama Perang Depati Amir yang berakhir dengan kekalahan dari pihak Depati Amir sehingga beliau diasingkan ke Desa Air Mata, Kupang.
Selanjutnya Belanda membentuk Dewan Bangka yang merupakan lembaga pemerintahan otonomi tinggi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dan tergabung dalam Federasi Bangka Belitung dan Riau (Faberi) yang menjadi bagian dalam negara Republik Indonesia Serikat (RIS) hingga akhirnya Faberi bersatu kembali dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kemudian wilayah Bangka Belitung diserahkan pemerintah kepada gubernur Sumatera Selatan yang pada waktu itu menjabat pada tanggal 22 April 1950 dan Dewan Bangka Belitung dibubarkan. Berdasarkan undang-undang yang berlaku, Karesidenan Bangka Belitung berada di Kabupaten Bangka dan dibentuklah kota kecil Pangkal Pinang yang kemudian disahkan menjadi daerah otonom Kota Pangkal Pinang hingga sekarang.
Pangkal Pinang
Rumah Residen
Rumah Residen (https://www.jotravelguide.com)
Sebagai kota bersejarah, Kota Pangkalpinang memilki banyak warisan sejarah yang dapat mengungkapkan kembali kejayaan bangsa di masa lampau serta mencermati jejak-jejak derap langkap pembangunan daerah. Wisatawan dapat berkunjung ke Rumah Residen, bangunan ini terletak di jalan Merdeka nomor 1, Pangkal Pinang. Sebelum menjadi rumah dinas Walikota Pangkalpinang, rumah ini adalah rumah Residen Belanda.
Pada tahun 1913 Belanda memindahkan pusat Karesidenan dari Mentok ke Pangkalpinang sekaligus memisahkan antara administrasi pertambangan BTW (Banka Tin Winning) dengan administrasi negeri (Bestuur), dengan Residen pertama A.J.N Engelenberg. Rumah ini sangat bersejarah karena merupakan pusat pemerintahan dan pusat kegiatan di Kota Pangkalpinang.
Di depannya terdapat alun-alun atau lebih dikenal dengan Lapangan Merdeka sebagai tempat bertemunya para pemimpin dengan masyarakat. Di halaman rumah tersebut juga terdapat dua buah meriam kuno berangka tahun 1840 dan 1857.
Museum Timah
Museum Timah (https://www.my-indonesia.info)
Museum Timah Indonesia terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani no. 17, Pangkal Pinang. Sebelum menjadi museum rumah ini merupakan rumah tempat tinggal karyawan perusahaan BTW (Banka Tin Winning).
Hal yang menjadi keunggulan Bangka Belitung ialah perannya sebagai daerah penghasil timah terbesar di Indonesia, bahkan termasuk di dunia. Untuk itu, berbagai teknologi dan peralatan penambangan timah yang ada di wilayah ini kemudian di museumkan sebagai sebuah rekam jejak pencapaian kebudayaan dan alur teknologi yang pernah tercatat sebagain sejarah kota ini. Museum ini terletak di pusat ibu kota provinsi ini, yaitu Pangkalpinang.
Museum Timah (https://www.forgic.com)
Museum ini pernah menjadi tempat perundingan pemimpin-pemimpin Republik dengan Belanda dan UNCI sebelum perundingan Roem-Royen. Sekarang rumah ini menjadi Museum Timah Indonesia Indonesia (2 Agustus 1997) dan disini akan diketahui bagaimana perkembangan sejarah pertimahan di Indonesia.
Menara Air Minum
Menara Air Minum (www.flickr.com)
Menara Air Minum (Watertoren) terletak di Kompleks Perumahan Timah Bukit Baru, di sisi sebelah Utara jalan Anggrek, Pangkal Pinang; berada pada 02º 06’ 49” LS - 106º 06’ 26” BT (48 M 0623142 mU-9766332 mT). Bentuk bangunan mirip dua tangki raksasa berukuran 12,6 m x 9,6 m, tinggi 5 m, diameter 8,25 m, ditopang instalasi bangunan yang terdapat pipa-pipa besar berfungsi untuk menyuplai air kepada pelanggan di Pangkalpinang. Menara Air Minum dibatasi 6 tugu pembatas (patok) yang dibuat dari batu granit.
Menara Air Minum (watertoren) berangka tahun 1932 M, adalah bagian dari fasilitas instalasi air minum yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda, direncanakan pembangunannya sejak residen A.J.N. Engelenberg (memerintah tahun 1913-1918 Masehi) dan pembangunannya dimulai masa pemerintahan Residen J.E. Edie (memerintah tahun 1925-1928 Masehi). J.E. Edie melakukan penelitian mencari sumber baku air bersih untuk Pangkalpinang pada tahun 1927 Masehi. Pada tahap awal pencarian didapat tiga lokasi alternatif yaitu di Gunung Doel, di Sungai Nyelanding dan di Gunung Mangkoel. Sumber air baku di Gunung Doel, debit atau volume airnya sangat sedikit, sedangkan Sungai Nyelanding tingkat kekeruhan airnya sangat tinggi, sehingga dipilihlah alternatif ketiga yaitu sumber air yang berada di Gunung Mangkoel atas saran seorang ahli bernama Bas van Hout.
Pembangunan fasilitas air minum untuk Kota Pangkalpinang kemudian dilanjutkan pada masa Residen Hooyer, DG yang menjadi Residen Bangka pada tahun 1928-1931 Masehi. Pembangunan fasilitas air minum Pangkalpinang dilakukan oleh aannemer (kontraktor) Toko Lindeteves Stokvis Betawi dengan kontrak sekitar Tiga ratus ribu rupiah. Sebagian besar dana pembangunan diperoleh dari kas geemente kampung yang dipinjamkan dengan bunga sebesar 60 persen setahun. Fasilitas air minum Pangkalpinang kemudian dikelola oleh Plaatselijk Fonds yaitu satu badan yang mengelola dan mengurus Eigendom (milik) Pemerintah Hindia Belanda, dan badan ini mengurus dana/keuangan yang diperoleh dari pajak, opstalperceelen, reklame, minuman keras, retribusi pasar, dan penerangan jalan, semuanya berdasarkan verordening/peraturan yang berlaku. Menara Air Minum merupakan Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Rumah Sakit Bakti Timah
Rumah Sakit Bakti Timah jaman Kolonial Belanda (https://beritabangka.com)
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1920 Masehi masa residen Doornik W (memerintah tahun 1918-1923 M), mulai membangun Hoofgebouw Van Het Ziekenhuis Van de Bangka Tin Winning te Pangkalpinang (balai pengobatan utama atau rumah sakit utama bagi karyawan perusahaan Bangka Tin Winning).
Rumah Sakit Bakti Timah (https://beritabangka.com)
Bangunan terletak pada sisi barat kantor Pusat PT. Timah Tbk, dan jalan Jenderal Sudirman, Pangkal Pinang. Bentuk bangunan berdenah empat persegi panjang berlantai dua. Bangun berbentuk segi enam. Lantai bawah dilapisi tegel warna hitam/abu-abu dan lantai atas terbuat dari kayu. Atap terbuat dari seng, bentuk atas limas, dinding dari bata, dilengkapi dengan pintu dan jendela kaca. Pada tahun 1953, seiring dinasionalisasinya perusahaan-perusahaan pertambangan Timah Belanda, BTW (Bangka Tinwinning Bedrjjf), GMB (Gemenschaplijke Maatschappij Billiton), dan NV. SITEM (Singkep Tim Maatchappij) menjadi perusahaan milik negara, balai pengobatan utama atau rumah sakit utama bagi karyawan timah pada tahun 1969 dikelola oleh Unit penambangan Timah Bangka (UPTB), sementara fungsinya disamping untuk pengobatan karyawan Unit penambangan Timah Bangka (UPTB) juga melayani pengobatan bagi masyarakat pulau Bangka.
(https://beritabangka.com)
Pada tanggal 2 Agustus 1976, Perusahaan Negara Tambang Timah diubah setatusnya nenjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Timah Tbk. Selanjutnya pada tahun 1990, BUMN PT Timah mulai melakukan restrukturisasi, revitalisasi, reorganisasi, pembentukan anak perusahaan, optimalisasi penggunaan aset yang tidak relavan dengan core bisnis, pengendalian cost secara ketat dan pengembngan visi serta budaya kerja secara efisen. Termasuk di dalam program ini adalah pelepasan aset rumah sakit. Pengelolaan terhadap rumah sakit kemudian dilakukan secara swakelola pada tanggal 1 Februari 1993. Pada perkembangan selanjutnya sejak tanggal 1 April 1994, rumah sakit menjadi milik dan salah satu unit usaha dari yayasan Bakti Timah. Rumah Sakit Bakti Timah merupakan Cagar Budaya Kota Pangkalpinang ( peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM .13/PW 007 /MKP /2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
Kabupaten Bangka
Situs Kota Kapur
Situs Kota Kapur (https://www.visitbangkabelitung.com)
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang dulu mengirimkan utusannya untuk memberantas para perampok dan pemberontak. Situs ini terletak didesa Kota Kapur Kecamatan Mendo Barat, tempat ditemukannya Prasasti (batu bertulis) yang disebut Lingga dan batu Yoni.
Tugu Pahlawan 12
Jumahat ketika membersihkan tugu Pahlawan 12 di desa Petaling Kecamatan Mendo Barat. (https://bangka.tribunnews.com)
Mungkin tak banyak yang tahu sejarah tugu Pahlawan 12 di Km 12 Desa Petaling Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Relief tugu Pahlawan 12 dikukuhkan untuk mengenang jasa Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang gugur pada pertepuran di Bukit Mat Andil Desa Petaling Tahun 1946 silam.
Ke 12 TKR tersebut adalah, Adam A Cholik, Suwandi Bungkel, A Somad, Jamaj Asikin, Madud Gambang, Apip Adi, Ali Samid, Salim Adok, Sarimin Senen, Kamsem, Karto Saleh, Sulaiman Samin.
Jumahat (65) penjaga tugu Pahlawan 12 mengatakan, angka 12 memiliki makna tersendiri dalam sejarah perjuangan rakyat Bangka. Khusunya peristiwa bersejarah di Bukit Mat Andil Km 12 Desa Petaling.
Menurut cerita mendiang ayahnya, Supriyadi, perang terjadi dalam kondisi serba angka 12. Pertempuran terjadi pukul 12.00 WIB, tepat di Km 12, memasuki tanggal 12 Februari 1946, bertepatan dengan 12 rabiul awal 1365 Hijriah dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) gugur 12 orang.
Kabupaten Bangka Selatan
Wisma Samudra
Wisama Samudra (https://www.radarbangka.co.id)
Wisma Samudra yang terletak di Toboali ini merupakan bangunan bersejarah. Bangunan ini merupakan tempat penguasa pada zaman kolonial Belanda.
Benteng Penutuk
Benteng Penutuk (https://www.visitbangkabelitung.com)
Benteng Penutuk ini terletak di Desa Penutuk Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan, berjarak sekitar 2 km dari Desa Penutuk dan untuk mencapai lokasi benteng ini dapat ditempuh selama 25 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua.
Benteng Toboali
Benteng Toboali (https://www.visitbangkabelitung.com)
Benteng ini terletak di Kelurahan Tanjung Ketapang Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan, lokasi benteng ini dapat ditempuh sekitar 10 menit perjalanan dari pusat Kota Toboali dengan menggunakan kendaran roda dua dan empat.
Benteng Toboali (https://www.visitbangkabelitung.com)
Bangka Tengah
Mercusuar Pulau Pelepas
Mercusuar Pulau Pelepas atau Pulau Lampu (https://www.tiket.com)
Mercusuar ini di buat oleh kolonial Belanda tahun 1893 yang disebut Mercusuar H.M. Koningin Wilhelmina atau H.M. Koningin Emma. Mercusuar ini terletak di pulau Pelepas, sekitar 2,5 jam dari desa Sungai Selan. Sampai sekarang masih di fungsikan, dengan lingkungan pulau yang masih alami, pegunjung dapat menikmati pemandangan di sekitarnya.
Mercusuar Pulau Pelepas atau Pulau Lampu
Tugu Pahlawan
Tugu Pahlawan (https://www.bangkatengahkab.go.id)
Benteng Jepang (Kurau Pillbox)
Benteng Jepang (https://www.bangkatengahkab.go.id)
Benteng ini dibangun pada masa penjajahan Jepang, yaitu antara tahun 1942 – 1945. Terletak di desa Kurau Barat Kecamatan Koba dengan luas benteng 12 m2. Benteng kurau berbentuk pentagon. Benteng ini memiliki tiga lubang menembak dengan ukuran 20 x 20 cm di sisi timur, 30 cm x 70 cm di sisi timur laut dan 30 cm x 70 cm di sisi tenggara. Pintu masuk terletak di sisi barat, dengan ukuran 80 cm x 120 cm.
Bangka Barat
Rumah Pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta
Ada dua tempat yang dijadikan tempat Soekarno dan Hatta tinggal yakni Wisma Ranggam dan Pesanggrahan Menumbing, terletak di kampung Tanjung, kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung 33351.
Kedua tempat bersejarah ini berada di Kota Muntok yang berjarak sekitar 130 km dari Kota Pangkalpinang, ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi ini dapat ditempuh dalam waktu 3 jam.
Akses jalan aspal yang relatif mulus, membuat perjalanan menggunakan sepeda motor atau mobil sangat lancar. Pesanggrahan Menumbing berjarak sekitar 10 Km dari Wisma Ranggam.
Pesanggrahan Menumbing
Pesanggrahan Menumbing (https://bangka.tribunnews.com)
Berada di puncak Gunung Menumbing berketinggian 445 meter di atas permukaan laut (dpl), keberadaan Pesanggrahan Menumbing sangat terpencil. Dari sana, terlihat jelas laut lepas ke arah Selat Bangka.
Pesanggrahan Menumbing tampak depan (https://travel.detik.com)
Bangunan kokoh bercat putih, tampak asri dengan pepohonan di sekelilingnya. Masuk ke dalam ruangan pesanggrahan, terdapat ruang tamu yang dulunya pada masa kolonial Belanda digunakan sebagai tempat berkumpul masyarakat lokal mengadakan syukuran peresmian gedung tersebut, sekitar tahun 1930. Tepat di sebelah kanan, jejeran meja dan kursi berbahan kayu seperti tempat rapat masih tersusun rapi dan terawat.
Kamar Bung Karno cukup sederhana, terdiri dari 2 kasur serta lemari dan kamar mandi. Di sebelahnya terdapat ruang kerja Bung Karno, tempat foto-foto kenangan tertempel rapi. (https://travel.detik.com)
Dari tempat ini, terlihat jelas sebuah mobil sedan kuno keluaran Ford De Luxe 8 berplat BN 10. Mobil berwarna hitam yang mesinnya hilang entah kemana itu, dipajang tepat di depan sebuah kamar yang pernah ditempati oleh sang Proklamator RI Soekarno - Hatta.
Ford De Luxe 8 (https://travel.detik.com)
Ruangan tempat Soekarno dan Hatta pernah tinggal itu, terbagi dua bagian. Pertama dari pintu kamar, terdapat ruangan berukuran sekitar 4x5 meter. Di dinding tembok putih menghadap ke pintu kamar, sebuah meja dan kursi yang semakin usang termakan usia.
Ruang kerja Soekarno
Di meja inilah, Soekarno sering melakukan aktivitas menulis dan membaca. Di sebelah kiri ruangan pertama, ada pintu yang menghubungkan kamar Soekarno. Ada dua ranjang masing-masing berukuran 1x2 meter terbuat dari kayu, berdekatan satu sama lain.
Wisma Ranggam
Wisma Ranggam (https://bangka.tribunnews.com)
Wisma Ranggam atau sebelumnya dikenal Pesanggrahan Muntok berada di tengah pemukiman penduduk di tepi jalan Kota Muntok. Bekas-bekas keramaian zaman dulu masih terlihat, yang ditandai beberapa bangunan kuno berdinding tinggi dengan arsitektur Eropa di sekitar Wisma Ranggam.
Awalnya Wisma Ranggam dibangun pada tahun1827 oleh Banka Tin Winning (perusahaan tambang timah Belanda) terbuat dari kayu dan papan yang disebut pesanggrahan.
Lalu diubah Belanda 1890 menggunakan tembok tanpa mengubah arsitektur aslinya karya Y Lokalo. Sebenarnya untuk penginapan pendatang. Tetapi digunakan Belanda untuk tempat pengasingan.
Pada kurun waktu tahun 1948 sampai 1949, Soekarno, Menlu Agus Salim Menlu, Wakil PM M Roem, Menteri Pengajaran Ali Sastroamidjojo di tempat ini. Wisma Ranggam berukuran 32x15,6 meter untuk ukuran ruang utama dan ruangan sayap 8x14 meter.
Bangunan bercat kuning krem itu terdiri dari sepuluh ruangan yakni di bagian depan sebelah kiri pintu masuk sebagai tempat tidur Agus Salim berukuran 4x6 meter.
Di sebelahnya berdempetan dinding, berukuran 5,5x4 meter sebagai kamar Bung Karno. Ada dua pintu di kamar ini, pintu masuk dan satu pintu keluar ke halaman samping.
Ruangan lainnya untuk kamar M Roem, Ali Sastroamidjojo, ruang pertemuan dan ruang tamu. Kamar Bung Karno terlihat seperti kamar-kamar penginapan sederhana. Apalagi saat ini, tidak ada lagi ranjang yang digunakan Bung Karno untuk beristirahat. Hanya ada sebuah koper besi ukuran 1x0,5 meter.
Monumen Proklamator
Monumen Proklamator (https://babel-kite.blogspot.co.id)
Monumen Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta adalah sebuah monumen yang baru dibangun dikota Muntok dan diresmikan oleh Wakil Presiden RI Mega Wati Soekarno Putri pada 2 Juli 2000. Monumen dengan tinggi sekitar tujuh meter berbentuk batu lonjong dengan seekor burung Garuda berkalungkan perisai Lima Sila yang mengepakkan sayapnya seakan-akan hendak terbang ini dibuat dari batu granit.
Di pelataran depan, patung Bung Karno dan Bung Hatta berdiri gagah sedang menunjuk ke arah laut Selat Bangka. Monumen ini berada persimpangan jalan antara lapangan bola dan kantor Pos dan berada dekat pusat kota Monumen ini semakin memperkaya keberadaan Kota Muntok sebagai pusat perjuangan yang bersejarah dan berbudaya.
Monumen Proklamator Bung Karno Dan Bung Hatta sarat dengan makna dan perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Monumen ini melengkapi nilai bersejarah monumen lainnya seperti Pesanggrahan Bung Karno (Wisma Ranggam) Vila di Bukit Menumbing.
Rumah Mayor
Rumah Mayor (https://www.visitbangkabelitung.com)
Rumah Mayor yang dibangun pada tahun 1834, merupakan kediaman Mayor Chung A Tiam, Mayor kedua yang diangkat oleh Pemerintah Belanda sebagai kepala masyarakat Tionghoa. masyarakat Tionghoa di Muntok didatangkan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui perusahaan tambang timah Banka Tin Winning Berdrijf (BTW) sebagai pemegang monopoli penambangan timah, yang melakukan penambangan besar-besaran di Bangka dan melarang pertambangan partikelir.
Rumah Mayor yang luasnya sekitar 2500 M2 terletak di kawasan Klaster China, yaitu di Jalan RE Martadinata Muntok, di kawasan pasar di dekat area pelabuhan lama. Bangunan utama Rumah Mayor dipengaruhi arsitektur Eropa dengan pilar-pilar besar berderet pada terasnya. Di ruang utama tersebut terdapat altar pemujaan. Pada pintu masuk terdapat 2 relief anjing berkepala singa (guardian lion), yang di Tiongkok secara tradisional ditempatkan di pintu-pintu masuk istana, tempat ibadah atau rumah-rumah pejabat pemerintah Tiongkok. Patung anjing berkepala singa banyak ditemukan di asia dengan nama yang beragam, seperi Shisa dan Komainu di Jepang atau gangs seng ge di Tibet. Di Muntok sendiri, selain di Rumah Mayor, terdapat pula rumah tua di Jalan Sudirman yang di pintu masuknya dihiasi oleh patung anjing berkepala singa dengan ukuran yang lebih kecil. Rumah tersebut biasa disebut dengan Rumah Macan, yang merupakan rumah eks kepala parit timah.
Ruang tengah bangunan ini masih digunakan oleh pemilik rumah ini sebagai kediamannya. Sementara itu, di belakang terdapat teras dan gudang yang dahulunya menjadi tempat menginap tamu-tamu. Teras belakang ini dihiasi relief binatang dan menjadi tempat altar pemujaan di kedua sisinya. Konstruksi bangunan gudang di bagian belakang adalah kayu berbentuk empat persegi panjang dengan pintu jelusi.
Berbagai sumber.
Bersambung ke halaman berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar