Masjid Lima Kaum terletak di Nagari Lima Kaum, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Masjid Lima Kaum menempati luas tanah 4.938 m2 dan luas bangunan 750 m2.
Tidak diketahui pasti tahun berapa sebetulnya masjid ini didirikan. Meski begitu, cikal bakal keberadaan masjid ini berawal dari sebuah masjid di Nagari Lima Kaum yang didirikan pada pertengahan abad ke-17, menyusul masuknya Islam ke Dataran Tinggi Minangkabau.
Menara kecil sisi kanan Masjid Raya Lima Kaum (https://ulama-minang.blogspot.com)
Masjid itu terletak di Jorong Balai Batu dan masih berupa bangunan sederhana beralaskan batu tanpa dinding dan atap, atau dalam bahasa Minangkabau dijuluki dengan baaleh batu, badindiang angin, baatok langik. Sekitar 25 tahun kemudian dibangun masjid pengganti di lokasi lain, yaitu di Jorong Tigo Tumpuak, yang keberadaannya juga tidak bertahan lama, yakni sekitar 35 tahun karena kapasitas masjid tidak lagi memadai. Dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, pada tahun 1710, di atas lokasi sebuah pagoda yang telah lama ditinggalkan penganutnya karena masuk Islam, dibangunlah masjid yang kini dikenal sebagai Masjid Raya Lima Kaum. Masjid Lima Kaum termasuk masjid tertua di Kabupaten Tanah Datar.
Arsitektur
Masjid Raya Lima Kaum (https://asrilwardhani.com)
Masjid ini memiliki arsitektur minangkabau, namun tidak terlepas dari ciri Budha, karena memang dulunya merupakan bangunan pagoda. Masjid tua yang masih berdiri kokoh ini, dulunya di buat secara bersama-sama oleh masyarakat sekitar.
Diskripsi Bangunan
Denahnya berbentuk bujur sangkar, dimana pondasi bangunan berupa beton, dinding dan lantai berbahan papan kayu, tiang terbuat dari kayu ulin, jendela dari kaca nako di semua sisi bangunan, dan pagar besi di sekeliling bangunan yang pondasinya terbuat dari batu kali. Di sebelah utara dan selatan bangunan terdapat pintu gerbang dari beton cor, beratap gonjong lima, dan berhiaskan kaligrafi pada tiangnya.
Bangunan masjid bertingkat lima dengan tinggi mencapai 55 meter, seperti pagoda yang menjulang tinggi tetapi sudah dimodifikasi sebagai perlambang rukun islam. Bangunan induk masjid terdiri dari ruang utama dan serambi.
Adapun jendela-jendela pada dinding-dindingnya sudah diganti dengan kaca nako. Bagian yang masih benar-benar asli adalah tiang-tiang utama yang berjumlah 25 buah yang melambangkan jumlah ninik-mamak dan penghulu yang ada di Nagari Lima Kaum. Adapun tiang gantung (tiang atas) yang berjumlah 15 melambangkan banyaknya imam dan khatib.
Atap Masjid
Atap masjid berbentuk tumpang bersusun lima. Pada atap kelima, bagian atasnya terdapat puncak masjid seperti pada puncak menara. Untuk naik sampai ke bagian ini terdapat tangga naik di bagian tengah pada lantai dasar. Bagian puncak masjid tersebut atapnya berbentuk kerucut yang pada bagian atasnya terdapat hiasan berbentuk catra seperti yang terdapat pada stupa candi.
Serambi
Serambi masjid berada di bagian depan (timur) dengan pondasi beton. Serambi merupakan ruangan tertutup berdinding kaca nako. Atap serambi berbentuk semi limas terbuat dari seng. Serambi memiliki fungsi sebagai tempat belajar al-Qur’an dan tempat penitipan alas kaki. Pintu masuk serambi terdapat di sisi utara dan selatan. Di atasnya terdapat menara atau kubah berbentuk segi delapan dengan jendela kaca berdaun dua di setiap sisinya. Atap menara berbentuk kubah, dimana kemuncaknyaberbentuk susunan buah labu, dan paling atas berbentuk kerucut atau runcing.
Ruang Utama
Ruang utama dan tangga naik ke kubah dengan papan triplek berbentuk segi delapan (https://jalan2.com)
Ruang utama dapat ditemui dengan melalui pintu berelung dua di serambi yang berhiaskan kaligrafi dan sulur. Pintu terbuat dari kerangka besi yang dapat dilipat menyamping ke kiri dan kanan. Ruang utama memiliki jendela nako di semua sisinya, diantaranya enam buah jendela masing-masing di sisi utara dan selatan, dan empat buah jendela masing-masing di sisi barat dan timur. Di dalam ruang utama berdiri 66 buah tiang dan sebuah tonggak macu di tengah-tengah. Tonggak macu ditutup dengan papan tripleks berbentuk segi delapan, berfungsi sebagai penutup tangga naik ke kubah atau menara yang melingkar pada tonggak macu. Plafon ruang utama juga terbuat dari papan kayu.
Mihrab dan Mimbar
Di sebelah barat ruang utama terdapat mihrab yang menjorok keluar dan berlantai keramik. Akan tetapi di dalam ruang utama tidak terdapat mimbar sebagaimana masjid pada umumnya. Hanya terdapat sebuah meja dan kursi biasa. Sesudah pemugaran telah dibuatkan mimbar diselah kanan Mihrab dari kayu dengan ukiran khas Minangkabau.
Bedug
Di sebelah tenggara ruang utama terdapat bedug yang terbuat dari pohon kelapa dengan panjang hampir 2,2 meter.
Makam
Di belakang bangunan masjid, yakni sebelah barat, terdapat tiga buah makam. Diantaranya adalah makam Al-Haji ‘Asan bin Basit Datuk Basyar (1324 H), Haji Husain bin Ismail (1331 H), dan satu makam lagi dengan angka tahun 1321 H, namun huruf arab melayunya tidak terbaca lengkap.
Pemugaran
Adapun kegiatan pemugaran yang sudah dilakukan beberapa kali secara swadaya oleh masyarakat setempat, seperti penggantian atap yang semula ijuk menjadi seng (1908), pembuatan loteng untuk menghindari gangguan kelelawar (1937), pembuatan serambi (1940), penggantian bilah papan yang sudah rapuh (1941), perbaikan dan pelebaran mihrab (1969), dan perbaikan jendela serta pemasangan kaca nako (1977).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar