Adat Indonesia

Blog tentang adat istiadat di Indonesia

Senin, 23 November 2015

Candi di Jawa Barat - Candi Cangkuang

     Candi di Jawa Barat Candi Cangkuang - Jika kalian berpikiran bahwa sebuah candi hanya berada di jawa tengah, Jawa timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta saja, maka kalian salah. Di Jawa Barat pun ternyata banyak memiliki candi-candi bekas peninggalan-peningalan kerajaan terdahulunya. Salah satu candi yang terkenal di Jawa Barat adalah Candi Cangkuang


      Candi Cangkuang adalah sebuah Candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. berjarak sekitar 46 kilometer dari Bandung dan 20 kilometer dari pusat Kota Garut. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Candi ini terletak bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam kuno pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang. 
      Candi Cangkuang ditemukan oleh Prof. Harsoyo dan Drs. Uka Tjandrasasmita, Tim Peneliti Sejarah Leles, pada tanggal 19 Desember 1966. Penelitian ini disponsori oleh Bapak Idji Hatadji, Direktur CV. Haruman. Candi ini ditemukan berkat laporan ilmuan Belanda bernama Vordeman dalam Notulen Bataviaasch Genootschap terbitan tahun 1893, yang menyebutkan adanya sebuah makam kuno dan sisa-sisa arca Dewa Siwa di daerah Leles. 
     Cangkuang adalah nama sejenis pohon pandan (Pandanus furcatus) yang digunakan masyarakat sebagai bahan untuk membuat tudung, tikar, dan pembukus gula aren. Seiring dengan perputaran waktu, nama cangkuang diabadikan sebagai nama sebuah desa dan sekaligus nama sebuah danau/situ, yaitu Desa Cangkuang dan Situ Cangkuang. Kemudian, sebuah candi yang terdapat di kawasan tersebut juga diberi nama Candi Cangkuang. 
     Candi Cangkuang telah dibangun pada zaman kerajaan Sunda pertama yaitu Kerajaan Galuh. Di dekat candi ada makam peninggalan penganuat agama Islam, yitu Arief Muhammad. Dia salah seorang tentara kerajaan Mataram dari Jawa Tengah yang pergi menyerang belanda di Batavia pada abad ke 17. penyerangannya gagal, dia tidak kembali, tetapi menetap di Cangkuang mengajar dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitarnya, tepatnya di kampng Pulo dimana keturunanya menetap sampai saat ini. Selain candi cangkuan, di daerah inipun terdapat objek wisata dan penelitina yakni kampung adat yang disebut Kampong Pulo, di kampong ini terdiri 6 (enam) buah rumah yang berjejer dan berhadap-hadapan, masing-masing 3 buah di sebelah kiri dan 3 disebelah kanan, ditambah dengan 1 buah mesjid. Kedua deretan tersebut tidak boleh ditambah dan dikurangi, yang berdiam disana hanya 6 keluarga. Dipinggir situ/danau untuk menyebrang ke Candi Cangkuang terdapat angkutan tradisional yang terbuat dari bambu, tapi aman dan nyaman yang disebut rakit. 
      Bentuk candi cangkuang yang terlihat sekarang ini sesungguhnya adalah hasil rekayasa kontruksi yang diresmikan pada tahun 1978. Hal ini dikarenakan bangunan aslinya diketahui hanya sekitar 40%. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang sebenarnya belum diketahui. Candi ini berdiri pada tahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 dengan tinggi 1,37 m. Disisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya sekitar 1,5 m dan lebar 1,26m. 
     Tubuh bangunan candi bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 m dengan tinggi 2,49m. Disisi utara terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m (tinggi), 0,6 m (lebar). Puncak candi dua tingkat berbentuk persegi empat 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,47 x 2,47 m yang tingginya 1,1 m. Didalamnya terdapat ruangan ukuran 2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Didasarnya terdapat cengkungan berukuran 0,4 x 0,4 m yang dalamnya 7 m. 
      Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca (tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Kaki kiri menyilang datar yang alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan adanya kepala nandi ini, para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga. Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm & 45 cm (tinggi 6 cm dan 19 cm), tinggi 41 cm. Candi ini berjarak sekitar 3 m di sebelah selatan makam Arif Muhammad/Maulana Ifdil Hanafi. 

     Embah Dalem Arief Muhammad sendiri berasal dari Kerajaan Mataram, Jawa Timur. Ia dan pasukannya datang dengan tujuan untuk menyerang tentara VOC di Batavia dan menyebarkan agama Islam di Desa Cangkuang. Di Desa Cangkuang, khususnya Kampung Pulo, waktu itu sudah dihuni oleh penduduk yang menganut agama Hindu. Hal itu terbukti dari adanya candi Hindu yang sekarang telah dipugar. 
     Ternyata tanpa kita ketahui Jawa Barat termasuk kedalam daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit, terbukti dengan adanya peninggalan Candi Hindu ini. Candi Cangkuang juga banyak didatangi oleh pelancong dalam maupun luar negri yang ingin tahu sejarah dan kebudayaan dari bekas peninggalan Kerajaan Mataram tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar