Adat Indonesia

Blog tentang adat istiadat di Indonesia

Senin, 09 Mei 2016

Kampung Adat Cireundeu Cimahi Jawa Barat

Pintu masuk Kampung Adat Cireundeu Cimahi (https://thiscenicworld.blogspot.co.id)

Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kotamadya Cimahi, Propinsi Jawa Barat, berada di lembah Gunung Kunci, Gunung Cimenteng dan Gunung Gajahlangu.

Cireundeu berasal dari nama “pohon reundeu”, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu. Pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal, hingga kampung ini di sebut Kampung Cireundeu.

Masyarkat Kampung Adat Cireundeu bercocok tanam Singkong (https://infocmh.blogspot.co.id)

Kampung Adat Cireundeu sendiri tidak memposisikan desanya sebagai Objek Daya Tarik Wisata (ODTW), tetapi lebih fokus pada desa yang masih memelihara tradisi lama yang telah mengakar yang diwariskan oleh tetua adat dulu. Masyarakat Kampung Cireundeu beranggapan bahwa sekecil apapun filosopi kehidupan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka wajib untuk dipertahankan.

Kondisi Masyarakat

Terdiri dari 50 kepala keluarga atau 800 jiwa, yang sebagia besar bermata pencaharian bertani ketela. Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman.

Masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki keadaan sosial yang terbuka dengan masyarakat di luar kampung. Terbukti dari sistem kekerabatan atau sistem perkawinan dan mata pencaharian masyarakat Kampung Adat Cireundeu sebagian besar bercocok tanam. Kebanyakan masyarakat Cireundeu tidak suka merantau atau berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Selain itu, pola pemukiman pada masyarakat adat Cireundeu memiliki pintu samping yang harus menghadap ke arah timur, ini bertujuan supaya cahaya matahari masuk kedalam rumah.

Prinsip Hidup dan Makanan Pokok

Hasil bumi Kampung Adat Cireundeu Cimahi (https://jong12adventure.wordpress.com)

Masyarakat Kampung adat Cireundeu berpedoman pada prinsip hidup yang mereka anut yaitu: “Teu Nyawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat” yang maksudnya adalah tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat. Dengan maksud lain agar manusia ciptaan Tuhan ntuk tidak ketergantungan pada satu saja, misalnya sebagai bahan makanan pokok negara Indonesia yaitu beras, namun pandangan masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki alternatif dalam bahan makanan pokok yaitu ketela atau singkong.

Eggroll dari singkong (https://thiscenicworld.blogspot.co.id)

Beralihnya makanan pokok masyarakat adat Kampung Cireundeu dari nasi beras menjadi nasi singkong di mulai kurang lebih tahun 1918, yaitu di pelopori oleh Ibu Omah Asnamah, Putra Bapak Haji Ali yang kemudian di ikuti oleh saudara-saudaranya di kampung Cireundeu. Ibu Omah Asnamah mulai mengembangkan makanan pokok non beras ini, berkat kepeloporannya tersebut Pemerintahan melalui Wedana Cimahi memberikan suatu penghargaan sebagai “Pahlawan Pangan”, tepat nya pada tahun 1964.

Kepercayaan dan Budaya

Sebagian besar masyarakatnya menganut dan memegang teguh kepercayaan yang disebut Sunda Wiwitan. Ajaran Sunda Wiwitan ini pertama kali dibawa oleh Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan pada tahun 1918. Salah satu upacara terbesar oleh masyarakat Kampung Adat Cierundeu yaitu 1 Sura. Bagi masyarakat Kampung Adat Cireundeu perayaan 1 Sura layaknya lebaran bagi kaum muslim. Sebelum tahun 2000, saat perayaan mereka selalu menggunakan pakaian baru. Namun setelah adat mereka dilembagakan sehingga pada saat kaum laki-laki menggunakan pakaian pangsi warna hitam dan ikat kepala dari kain batik. Sedangkan untuk kaum perempuan menggunakan pakaian kebaya berwarna putih. Gunungan buah-buahan yang dibentuk menyerupai janur, nasi tumpeng rasi, hasil bumi seperti rempah-rempah dan ketela yang menjadi pelengkap wajib dalam ritual ini. Selain itu kesenian kecapi suling, ngamumule budaya sunda serta wuwuhan atau nasihat dari Sesepuh atau ketua Adat menjadi rukun dalam upacara 1 Sura.

Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat istiadat mereka. Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” arti kata dari “Ngindung Ka Waktu” ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan. Masyarakat ini punya konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dulu, yaitu suatu daerah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

  • Leuweung Larangan (hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat adat Cireundeu khususnya. 
  • Leuweung Tutupan (hutan reboisasi) yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru. Luasnya mencapai 2 hingga 3 hektar.
  • Leuweung Baladahan (hutan pertanian) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkon atau ketela, dan umbi-umbian.

Arsitektur Bale 

Bale Adat Kampung Adat Cireundeu Cimahi (https://jong12adventure.wordpress.com)

Bale sendiri memiliki arsitektur yang mempunyai arti khusus, yaitu:

  • Bentuk atap yang lurus ke atas yang berarti masyarakat Cireundeu memiliki satu tujuan kepada Tuhan. Di Kampung Adat Cireundeu sendiri masyarakatnya bersifat terbuka terhadap agama atau kepercayaan selain yang mereka anut, mereka memandang perbedaan terutama dalam hal kepercayaan adalah sesuatu keindahan. 
  • Terdapat empat helai kain dengan warna yang berbeda yang mengandung arti unsur-unsur bumi, terdiri dari warna hitam mempunyai makna “bumi”, warna kuning bermakna “angin”, warna putih “air”, dan yang terakhir merah bermakna api.

Aksesibilitas

Aksesibilitas dapat di tempuh sekitar 1 jam 30 menit dari alun-alun Kota Cimahi, sedangkan dari alun-alun Bandung bisa menghabiskan waktu tempuh 2 jam.

Berikut ini angkutan umum yang dapat digunakan dari alun-alun Kota Cimahi, yaitu:

  • Naik angkutan umum jurusan Cimahi-Leuwi Panjang atau Cimahi-Stasiun Hall, kemudian turun di bawah jembatan Cimindi atau pertigaan Cibeureum.
  • Lanjut dengan naik angkutan warna hijau-kuning dengan jurusan Cimindi-Cipatik turun di bunderan Leuwigajah.
  • Kemudian naik angkutan berwarna biru langit dengan jurusan Cimahi-Leuwigajah-Cangkorah turun di pertigaan ke arah Cireundeu.
  • Terakhir, naik angkutan motor (ojeg) hingga pintu gerbang Kampung Adat Cireundeu. Sedangkan dari arah Bandung dapat menggunakan angkutan umum Stasiun Hall-Cimahi, turun di pertigaan Cibeureum dan naik angkutan yang serupa seperti di atas.

Informasi lebih lanjut hubungi

Kampung Adat Cireundeu 
Kelurahan Leuwigajah, Kecamtan Cimahi Selatan, Kotamadya Cimahi, Jawa Barat
Dengan alamat (d/a)
Pengelola Dinas Koperasi, UMKM, Perdagang dan Pertanian
Seksi Pariwisata dan Kebudayaan Kota Cimahi
Jln. Rd. Demang Hardjakusuma Blok Jati Cihanjuang, Cimahi
Telp.: (62) 22 6631859

Tidak ada komentar:

Posting Komentar