Ilustrasi Kinciran dari daun kelapa (www.youtube.com)
Pepilo adalah bahasa daerah Gayo yang berarti baling-baling dalam bahasa Indonesia. Baling-baling dibuat dari batang kayu dadap yang sudah kering atau dari bambu kering, atau dapat juga kulit buah dadap yang sudah kering. Yang dibuat dari batang dadap untuk anak-anak yang sudah besar, yang dari bambu untuk anak sedang, dan yang dari kulit buah dadap untuk anak kecil. Pepilo model pertama, panjang baling-balingnya kira-kira sedepa, lebarnya 5 jari; model kedua sedikit lebih pendek dari yang pertama, dan yang ketiga sepanjang buah itu sendiri (kira-kira sejengkal). Pembuatan pepilo dari kayu dadap harus orang yang benar-benar ahli, tidak seperti yang dibuat dari bambu; sedangkan yang dari kulit buah tidak begitu sukar.
Bila angin kencang, beberapa anak kita lihat memegang pepilo masing-masing, serta berlarian ke arah datangnya angin. Arena tempat diadakannya permainan ini riuh rendah dengan sorakan anak-anak karena pepilonya berputar dengan kuat.
Sejarah
Menurut penuturan orang-orang tua, permainan ini asli berasal dari daerah Aceh. Diciptakan oleh nenek moyang mereka mengingat keadaan yang memungkinkan, yaitu ada alat untuk dijadikan permainan, waktu, kreasi, dan inspirasi untuk membuatnya. Sejak mereka masih kecil permainan ini telah ada, dan orang tua merekalah yang mengajarkan permainan ini kepada mereka.
Perlu kita ketahui bahwa menurut orang-orang tua, alat-alat, aturan permainan, serta sistem bermain anak-anak sekarang sama saja dengan mereka dahulu, dengan kata lain, hampir tidak berkembang sama sekali, sungguhpun digemari anak-anak.
Pemain
Jumlah peserta tidak tentu dan tidak terbatas, dan anak-anak yang menggemari permainan ini berumur sekitar 5 tahun sampai 15 tahun. Hal ini memungkinkan karena aturan permainan tidak begitu ketat. Asal tidak mengenai anak-anak lain dan atau pepilo lain, sudah dianggap baik. Tentang pakaian dan atribut lainnya juga tidak mengikat.
Jalan Permainan
Terlebih dahulu anak-anak menentukan garis start dan finish sebelum memulai permainan. Anak-anak yang sebaya berdiri pada garis start dengan pepilonya masing-masing. Setelah mendengar aba-aba lari, maka peserta berlari seluruhnya ke garis finish sambil mengangkat pepilonya setinggi bahu. Peserta yang pertama sampai ke garis finish dinyatakan sebagai pemenang. Pemenang ini tidak dicatat karena setelah seluruh peserta sampai ke garis finish, mereka kembali lagi ke garis start untuk bermain lagi. Walaupun dalam permainan ini ada peserta yang menang, namun kemenangan tersebut tidak menjadi tujuan permainan selain dari kegembiraan belaka.
Selain kecepatan mencapai finish, faktor kerasnya suara pepilo sangat diperhatikan. Pepilo yang suaranya besar dan keras, sangat digemari anak-anak dan penonton. Dengan kata lain, dalam permainan ini yang dipentingkan lari peserta harus cepat dan suara pepilo harus nyaring, berdengung bagus.
Kemungkinan dalam satu lapangan ada beberapa regu yang bermain, tetapi setiap regu harus berusia sebaya. Masing-masing regu mempunyai garis start dan finish tersendiri, dan antara setiap regu juga dijaga agar tidak terlalu dekat.
Démikianlah pada setiap sore saat angin sedang bertiup kencang, anak-anak penuh di lapangan permainan dengan pepilo masing-masing. Masing-masing anak berusaha mengatasi lawan bermainnya.
Anak-anak kecil bermain sesama mereka, demikian juga yang besar. Jarang sekali antara anak kecil bercampur baur dengan anak yang lebih besar dari dirinya atau sebaliknya. Permainan akan berhenti bila waktu telah hampir magrib. Permainan berhenti begitu saja tanpa menghitung kemenangan seseorang.
Manfaat
Permainan ini dapat diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dunia anak-anak. Keterlibatan mereka dalam permainan ini tidak ditentukan oleh kedudukan orang tua mereka di dalam masyarakat, tetapi berdasarkan partisipasi untuk memeriahkan permainan. Asal ada kemauan dan tersedia alat bermain, sudah dianggap memenuhi persyaratan bermain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar