Rumah Adat Suku baduy - Kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia tidak terlepas dari suku bangsa yang ada di Indonesia. Kebudayaan tersebut mencakup beberapa aspek salah satunya adalah Rumah adat. Di provinsi Banten tersedapat sebuah suku yang masih menerapkan isolasi dari luar dan tidak tergerus oleh zaman yang sudah maju seperti sekarang ini, suku tersebut adalah Suku Baduy.
Suku baduy adalah suatu kelompok adat sur-etnis Sunda yang berada diwilayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Namun, masyarakat suku baduy sendiri lebih suka menyebut mereka dengan sebutan Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Populasi mereka sekitar 5.000 hingga 8.000 orang.Secara umum masyarakat Kanekes terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Tangtu, Panamping, dan Dangka. Kelompok Tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Badus Dalam). Tangtu merupakan kelompok yang paling ketat mengikuti adat Baduy. Ciri khas kelompok Tangtu dapat dilihat dari pakaiannya yang berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.
Kelompok Panamping dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar) dan tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam. Masyarakat kenekes luar berciri khas mengenakan pakaian dab ikat kepala berwarna hitam. Kakekes luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Sementara itu, kelompok dangka merupakan mayarakat Kanekes yang tinggal di luar wilayah Kanekes. Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam daerah penyangga atas pengaluh dari luar. Suku baduy bermukim di kaki Pegunungan Kendes di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Banten.
Secara umum, rumah adat suku Baduy merupakan rumah panggung yang hampir secara keseluruhan rumah yang menggunakan bahan baku dari bambu. Rumah adat Baduy ini sendiri terkenal dengan kesederhanaan, serta dibangun berdasarkan naluri manusia yang ingin mendapatkan perlindungan dan kenyamanan. Proses pembangunan rumah adat suku baduy sendiri selalu dilakukan dengancara gotong royong, hal ini menunjukan bahwa suku Baduy masih menjunjung rasa kebersamaan. Karena berada di bahah kaki pegunungan, bangunan rumah adat Baduy dibuat tinggi, berbentuk panggung, mengikuti tinggi rendahnya permukaan tanah. Pada tanah yang miring dan tidak rata permukaannya, bangunan disangga menggunakan tumpukan batu. Batu yang digunakan adalah batu kali yang berfungsi sebagai tiang penyangga bangunan dan menahan agar tanah tidak longsor.
Atap rumah adat baduy terbuat dari daun yang disebut sulah nyanda. Nyanda berarti sikap bersandar. Sandarannya tidak lurus, tetapi agak merebah ke belakang. Salah satu sulah nyanda ini dibuat lebih panjang dan memiliki kemiringan yang lebih rendah pada bagian bawah rangka atap. Sementara itu, bilik rumah dan pintu rumah terbuat dari anyaman bamboo yang di anyam secara vertikal. Teknik anyaman tersebut dikenal dengan nama Sarigsig. Anyaman ini dibuat hanya dengan berdasarkan perkiraan, tidak diukur terlebih dahulu. Kunci rumah dibuat memalangkan dua buah kayu yang ditarik atau didorong dari bagian luar rumah.
Ada tiga ruangan dalam bangunan rumah adat ini, yaitu ruangan yang dikhususkan untuk ruangan tidur kepala keluarga juga dapur yang disebut imah, ruang tidur untuk anak-anak sekaligus ruangan makan yang disebut tepas, dan ruangan untuk menerima tamu yang disebut sosoro. Seluruh bangunan dibangun menghadap satu dengan yang lainnya. Secara adat rumah baduy hanya diperbolehkan menghadap ke utara dan selatan saja.
Semua hal yang berhubungan dengan Rumah Adat Baduy ini merupakan sudah menjadi adatnya yang benar-benar harus terus dilestarikan karena semuanya memiliki filosofi dan mengandung makna tertentu yang membuat masyarakat Suku Baduy mampu bertahan hingga sekarang. Dan suku Baduy juga menambah banyaknya budaya yang ada di negara kita ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar